30 Juni 2008

cheating_cheated_or_cheatee_?

Pernah diselingkuhi atau berselingkuh?

Tapi, bukan itu yang gue ingin coba sharing-kan. Melainkan subyek yang emank dijadikan selingkuhannya itu. Jadi teringat ada sebuah lagu:

“Terlalu sadis caramu, menjadikan diriku pelampiasan cintamu,

agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku.

Tega niannya caramu, menyingkirkan diriku dari percintaan ini,

agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku.

Semoga Tuhan membalas semua yang terjadi kepadaku suatu saat nanti.

Hingga kausadari sesungguhnya yang kaupunya hanya aku, tempatmu kembali,

sebagai cintamu.”

(Sadis by Afgan)

Kalo diliat dari kata-katanya, sungguh kejamnya orang yang menjadikan dia hanya selingkuhan dia, biar pacar lamanya kembali padanya. OMG… teganya…

Tapi apakah itu hanya sebuah lagu? Gue rasa gak. Itu bener2 menjadi sebuah cerita yang mungkin sedang dialami oleh beberapa orang di dunia ini. Mengerikan? Gak perlu lah... hadapi aja.

Mungkin bakal ada beberapa pertanyaan yang bisa muncul di kepala kita:

  1. Kenapa orang berselingkuh?
  2. Kenapa orang mau diselingkuhi?
  3. Kenapa orang mau dijadikan selingkuhan?
  4. Apa yang didapat dari sebuah perselingkuhan?
  5. Bagaimana rasanya menjadi selingkuhan?
  6. Bagaimana rasanya diselingkuhi?
  7. Bagaimana rasanya berselingkuh?
  8. Kapan sebuah perselingkuhan itu muncul?

dll.

Semua pertanyaan itu terdengar cliche, tapi... hm... menurut gue lumayan unik aja. Apalagi untuk case di mana subyek yang rela untuk menjadi selingkuhan dari seseorang. Kenapa? Alasan mereka?

  1. Apakah mereka merasa yakin orang yang bersangkutan bener2 sayang ama mereka?
  2. Apakah mereka mendapatkan cinta dan kasih sayang yang cukup?
  3. Apakah mereka juga sekedar iseng aja?
  4. Apakah karena ada faktor tajir-isme, yang bener2 membuat orang mabuk kepayang (dengan tajir-nya tentu saja)?
  5. Apakah mereka merasa gak ada pilihan lain?
  6. Apakah mereka merasa gak ”laku”?

atau apa?

Segala sesuatunya jadi terkesan lucu aja. Maksudnya adalah kalo emank gak bisa komit pada satu orang, ngapain musti memaksakan diri dan mengorbankan orang yang ada di samping kita? Jahat sekali kan? Hm... well, this’s only my reason n suggestion. No hurt feeling anyway.

Sebenernya adalah ketika ada pasangan yang akhirnya memutuskan untuk berselingkuh masing2. Kan lucu aja. Pada akhirnya mereka ketahuan, eh… ternyata mereka malah mau jadi baikan. Lucu kan? Hm… tapi sekali lagi itu menyangkut kepercayaan yang kahirnya kita berikan pada pasangan kita.

Kenapa menyangkut kepercayaan? Karena hanya kepercayaan yang emank bisa berhubungan dengan hal itu. Kita berselingkuh karena kita uda gak bisa dipercaya oleh pasangan kita kan? Contohnya: katika ditanya, ”lagi di mana?”, pasti jawabnya, ”lagi di rumah temen”-lah, ”lagi ada tugas n kerjaan”-lah, ”lagi ada lembur”-lah, dsb., padahal...? Lagi jalan aja tuh ama selingkuhan. Itu berarti uda berbohong dan gak bisa dipercaya kan omongan kita?

Menjadi selingkuhan? Apa rasanya ya? Haha...

Ada yang pertama, pasti ada yang kedua, tapi gimana akhirnya kita bisa menahan diri untuk gak melakukan yang kedua dan seterusnya aja. Tapi kepastian itu adalah mutlak.

20 Juni 2008

they_are_still_the_same

Segala penyakit di dunia ini kalo didata kayaknya gak bakal ada abis2nya. Mulai dari penyakit biasa2 aja ampe penyakit yang menular dan penyakit yang gak menular tapi ya ampun berbahayanya mau buat mampus. Hm… ntahlah, tapi kalo macem perilaku yang menyimpang itu disebut penyakit ato gak ya?? OK deh, anggep aja itu “penyakit”. Bukannya mau men-judge tapi cuma mau mempermudah aja. No hurt feeling neh… Hahaha…

OK, yang mau gue coba bahas adalah “penyakit” itu sendiri. Hm… banyak sekali penyimpangan perilaku yang masih dianggap gak normal oleh sebagian orang.

Ada

skizofrenia, autis, dll. Harus mau menerima kenyataan itu sangat lah sulit.

Gak perlu deh kita merasakan diri kita menjadi diri para “pasien”, tapi coba ketika kita menjadi “keluarga”nya dia. “Keluarga” di sini bisa keluarga sendiri atopun orang2 yang emank peduli dengan “mereka”. Pertanyaannya (gila, langsung to the point aja deh… Hahaha…):

  1. Gimana seh rasanya punya anggota keluarga yang seperti itu?
  2. Haruskah ada yang disalahkan dalam hal ini?
  3. Apa yang akan dilakukan jika emank punya anggota keluarga yang seperti itu?
  4. Bagaimana cara mengatasinya?
  5. Sebenernya, semengerikan apa seh ”penyakit” itu?
  6. Apa yang bisa kita dapet dari ”penyakit” itu?
  7. dll.

Masih banyak pertanyaan2 yang muncul. Apalagi pertanyaan seputar bagimana cara mengatasinya.

Seperti yang tadi gue tonton film lepas di SCTV (hari Minggu, 15 Juni 2008) jam (hm...) 22.00an deh kayanya... gue gak terlalu inget jamnya. Judulnya (hm...) INDAHNYA CINTA-MU (kalo gak salah). Ceritanya simple seh, cuma seorang kakak yang mempunyai adik yang agak terbelakang, yang harus mengurus diri sendiri dan adiknya karena orangtuanya uda meninggal. Cerita menjadi bervariasi ketika sang kakak mempunyai seorang kekasih yang mana sang kekasih gak bisa menerima keadaan si adik. Dengan kata lain, sang kekasih menginginkan sang kakak tanpa sang adik. Sedangkan sang kakak mengatakan bahwa sang adik adalah hidupnya, tanpa sang adik, sang kakak bukanlah sapa2.

Dari cerita itu aja, sebenernya uda keliatan kalo (ntahlah... mungkin idealnya) ketika kita emank mempunyai anggota keluarga kita yang ber-”penyakit”, seharusnya emank kita gak perlu malu untuk mengakuinya. Justru kita harus menajdi sandaran bagi ”mereka”.

Tapi, gimana diri kita sendiri? Apakah kita gak merasa kalo kita uda menyia2kan masa kebebasan kita? Apakah harus kita yang menjadi sandaran mereka? Kenapa harus kita? Kenapa gak orang lain? Kenapa harus kita yang merasakan? Adilkah bagi kita? ”Hhh... capek. Gue uda muak dengan semuanya!”, mungkin itu kata2 yang akan terucap dari mulut kita sendiri.

Akankah kita merasakan apa yang dirasakan ”mereka”? Begitu ”mereka” terkadang gak tau apa2. ”Mereka” yang terkadang emank gak bersalah sedikitpun.

Apa yang harus dilakukan? Sekali lagi, itu menjadi pertanyaan yang perlu dijawab kan? Gimana caranya? Jawaban seluruhnya ada di hati kita sendiri dan Tuhan. Hati kita akan menuntut jawaban terbaik bagi kita. Apa yang ada di hati kita adalah apa yang akan menjadi jawaban terbaik kita. Well, at least itulah yang kadang2 gue percayai. Hahaha...

Belajar untuk mempercayai hati. Itulah yang sedang gue lakukan saat ini. ^^

it_is_all_about_marriage

Gue baru aja pulang dari my weekend di mana gue menghabiskannya dengan get a midnight in the movie. Gue baru aja nonton SEX AND THE CITY: The Movie (ok… tempatnya di Studio XXI jam 23.45 dan gue duduk di seat F9 hari Sabtu, 14 Juni 2008 studio 2. Hahaha… kurang lengkap kah? Gue rasa uda cukup lengkap).

Well, sejujurnya gue belum pernah nonton film seri ini dengan rutin, tapi oh my God… semuanya cuma membuat gue terkagum2 n tercengang. Gila… semua merek ada di situ semua. It was just… oh my God… just… gorgeous… Hampir semua:

  1. Louis Vuitton
  2. Prada
  3. Chanel
  4. Manolo Blahnik
  5. Vera Wang
  6. Vivienne Westwood
  7. Dior
  8. Ferragamo
  9. Roger Vivier
  10. Diane von Furstenberg
  11. Hermes
  12. Christian Louboutin
  13. Escada
  14. Versace
  15. Gucci
  16. Oscar de la Renta
  17. Carolina Herrera

  18. Christian Lacroix
  19. Lanvin
  20. Nike
  21. Adidas
  22. Burberry
  23. Tiffany and Co.
  24. Swarovski
  25. Hello Kitty
  26. Apple
  27. iPhone
  28. Blackberry
  29. Bang & Olufsen
  30. Dell
  31. Cuisinart
  32. Sprint
  33. Starbucks Coffee
  34. and many more…

(taken from http://www.vanityfair.com/ontheweb/blogs/daily/2008/05/sex-and-the-cit.html)

Oh my God, it’s just… awesome…Hahaha…

Gak pernah gue liat setiap merek terkenal (meskipun gue lebih suka bilang ‘merek gila’) di setiap scene dari sebuah film.

Tapi lepas dari hal2 yang ber-branded itu, ada hal2 yang emank jadi bahan pertanyaan, khususnya bagi lu orang yang emank uda mempunyai pasangan, akan mempunyai pasangan, dan belum mempunyai pasangan.

Sederhana aja, pertanyaan seputar pernikahan.

  1. Apakah lu orang siap dengan berkomitmen tentang sebuah pernikahan?
  2. Mengapa terkadang orang selalu menganggap pernikahan adalah sesuatu hal yang mudah semudah membalikkan telapak tangan, padahal pada awalnya mereka berjanji dan bersumpah untuk setia satu sama lain?
  3. Sepenting apa seh pernikahan itu?
  4. Apa yang ada di otak lu orang ketika akhirnya harus berhadapan dengan suatu pernikahan?
  5. (Bagi yang uda menikah) Sampai kapan lu orang mau mempertahankan pernikahan yang uda terjalin? Selamanya? Tahun depan? Bulan depan? Minggu depan? Besok? Sejam lagi? Semenit lagi? Sedetik lagi (oops... leby... hahaha...)?
  6. (Bagi yang belum menikah) Sampai kapan lu orang menunggu untuk menikah? Akankah benar2 terjadi?
  7. (Bagi yang gak akan menikah) Apa alasannya?

Semuanya jadi membuat kepala pusing ketika kita diharuskan menjawab pertanyaan2 itu.

Berbagai tuntutan pun segera berdatangan dan tanpa hentinya mengetuk kepala kita untuk terus berpikir bahwa kita harus segera melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Apa? Apa yang harus dilakukan? Cuma kita sendiri dan Tuhan yang tahu. Banyak alasan yang menuntut kita untuk terus memikirkan hal ini:

  1. Tuntutan orangtua.
  2. Umur.
  3. Kematangan.
  4. Kedewasaan.
  5. Kebutuhan.
  6. Perhatian.
  7. dll.

Apakah harus dilupakan saja? Gak juga.

Orangtua mana yang gak mau liat anaknya bahagia, tapi anak mana yang gak mau meminta kebebasan dirinya untuk dapat melakukan apa yang dia mau, tanpa adanya campur tangan orangtua?

Bingung? Sama donk... Haha...

Pertunangan, pernikahan... semuanya jadi seakan antara nyata dan mimpi. Batasannya sangat tipis dan gak ada yang bakal sadar batasan itu.

Apa seh yang penting dari sebuah pernikahan? Cincin berlian berkarat (yang sampai karatan)??? Haha... Ato pesta pernikahan yang megah dan mewah dengan tamu beribu2 orang? Gaun pengantin yang indah? Wedding vows? Kesetiaan? Kepercayaan? Perhatian? Apa???

Ketika akhirnya sebuah pernikahan menjadi ajang keluarnya berbagai peraturan, mungkin itu yang dapat menyebabkan orang2 gak mau ambil pusing dengan yang namanya pernikahan.

”Menikah itu musti begini, begitu...”, kata yang punyanya aturan. Masa?? Apa seh?? Pentingkah aturan untuk menikah? Ato cukup dengan sang groom menyatakan janji nikah pada bride di hadapan Tuhan, dan sebaliknya? Simple dan bener2 gak bikin repot kan?

Katanya (dari yang gue denger), sebuah pernikahan internasional (which is yang orang luar negeri yakini), sang bride harus memnuhi beberapa kriteria yang ada:

  1. Something blue.
  2. Something white.
  3. Something pink.
  4. Something old.
  5. Something new.
  6. Something borrowed.

Kalo mau dicari seh bisa aja, kaya di film SEX AND THE CITY: The Movie, hm… let see uhm…

Yang biru, ada di bulu burung di kepala dia.

Yang putih, gaun pengantinnya uda ada putihnya.

Yang merah muda, hm... lipstick-nya?? Haha...

Yang lama, hm... teman2nya termasuk gak?

Yang baru, hm... handbouquet-nya??

Yang pinjaman, hm... gue rasa perhiasan dia?? Haha...

Tapi, kalo secara nyatanya... kalo mau dicaripun pasti bisa.

Underwear buat yang biru, gaun pengantin buat yang putih, lipstick buat yang merah muda, sepatu buat yang lama, handbouquet buat yang baru, dan perhiasan buat pinjamannya?? Haha... Simple kan? Masalahnya adalah... apakah harus dijalankan semua?

Pernikahan bukan sesuatu hal yang dimudahkan gitu aja kan? It’s not a game. Ini adalah hidup lu orang yang dipertaruhkan selama hidup lu orang. Hm... at least, itu menurut gue.

Pernikahan adalah sakral (oh, c’mon… klise banget, tapi inilah kenyataanya). Semuanya lebih baik dihentikan sebelum mencapai akhir yang gak dinginkan (once again… itu menurut gue).

Gak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk sebuah pernikahan. Tapi gak ada salahnya buat kita akhirnya bisa berusaha untuk mem buat semuanya menjadi sempurna, paling gak di mata kita sendiri yang menjalankannya. Termasuk pernikahan itu sendiri.

13 Juni 2008

i_miss_them_always

Pernahkah lu orang terpikir untuk jauh dari orang2 yang lu orang kasihi?

Pernahkah sedetik lu orang gak merindukan mereka yang jauh dari jangkauan lu orang?

“He called her on the road from a lonely cold hotel room,

just to hear her say “I love you” one more time.

And when he heard the sound of the kids laughing in the background,

he had to wipe away a tear from his eye.

A little voice came on the phone said, "Daddy when you coming home?"

He said the first thing that came to his mind:

I'm already there take a look around, I'm the sunshine in your hair,

I'm the shadow on the ground, I'm the whisper in the wind,

I'm your imaginary friend and I know I'm in your prayers.

I'm already there

She got back on the phone, said “I really miss you, darling.

Don't worry about the kids, they'll be alright.

Wish I was there in your arms lying right there beside you.

But I know that I'll be in your dreams tonight and i'll gently kiss your lips.

Touch you with my fingertips so turn out the lights and close your eyes”.

I'm already there. Don’t make a sound, I'm the beat in your heart.

I'm the moonlight shining down, I'm the whisper in the wind,

and I'll be there till the end.

Can you feel the love that we share? I'm already there.

We may be a thousand miles apart, but I'll be with you wherever you are.

I'm already there, take a look around.

I'm the sunshine in your hair, I'm the shadow on the ground,

I'm the whisper in the wind and i'll be there till the end.

Can you feel the love that we share? I'm already there.”

(taken from song of I’m Already There by WESTILFE)

Gue udah sekitar 6 tahun pisah dari keluarga gue (pada saat gue nulis blog ini). Dimulai dari gue mulai kuliah S1 gue dan untuk pertama kalinya gue menginjakkan kaki gue di tanah asing yang bukan tanah kelahiran gue. Gue gak sadar apapun sampai temen gue sendiri pernah ada yang bertanya ama gue, “Sebenernya lu nyadar gak kalo lu uda melewatkan hari terakhir di rumah lu tepat pada saat lu pindah ke sini? Karena ketika akhirnya lu memutuskan untuk tetap tinggal di sini, ternyata lu uda melwatkan saat2 terakhir lu sebagai orang tetap di rumah lu sendiri”.

Saat itu, gue cuma bengong aja. Gue akhirnya berpikir, “iya ya, kalo gitu, kapan seh terakhir gue ngerasain sebagai penghuni tetap rumah keluarga gue?” Secara gak sadar ternyata gue dua melewatkan itu semua. Sedih? Pasti.

Rasanya gue mau menolak ini semua n balik lagi ke masa2 di mana gue bisa merasakan sedikit kerinduan yang selama ini gue rasain.

I miss my mom, I miss my dad, I miss my brothers, I miss my family.

Ketika gue uda gak bisa terus menerus tinggal di sana, gue sekarang menjadi kesepian. Pernah gue merasakan iri, ketika gue ngeliat temen2 gue yang masih mempunyai orangtua n saudara2 mereka di sekeliling mereka. At least, mereka masih belum meninggalkan rumah mereka yang otomatis masih terus bersama dengan keluarga mereka secara utuh. Tapi, sekarang apa yang bisa gue lakuin? Gak ada. Gue harus terus jalan ke depan.

Kehidupan gue yang sekarang adalah kehidupan gue yang harus gue bangun atas fondasi gue sendiri. Bukan atas fondasi orangtua gue lagi. Darimana gue harus memulai? Cuma kita sendiri dan Tuhan yang tau.

Saat ini (saat gue menulis blog ini), menunjukkan pukul 2:08 am, dengan background song I’m Already There by WESTLIFE, di kamar gue yang hanya berisi barang2 gue, terus terang... gue kesepian. Gue ngerasa hidup gue mau gue selesaiin dengan cepat. Gue merasa sakit di dada gue. Ada perasaan yang menusuk gue yang membuat gue ingin berteriak. Gue mau nangis, tapi atas dasar apa?? Sungguh, sesak rasanya menghadapi ini semua. Gue merasa gue gak mampu buat ngadepin ini semua. Ingin rasanya gue menelepon orang rumah cuma sekedar berbincang-bincang. Cuma sekedar meyakinkan diri gue kalo mereka baik-baik aja. Padahal tadi gue uda telepon mereka, tapi rasa kangen gue bener2 membunuh gue untuk terus dekat dengan mereka. Apakah gue salah? Apakah gue terlalu lemah?

Hello, Mom... gimana keadaan di sana? Mau pulang neh... Kapan ya?”. Perkataan itu bener2 mau gue omongin sekarang juga. Sekarang gue cuma ngerasa semua barang2 di sekitar gue bener2 menertawakan gue yang sedang seperti ini. Gue lemah? Biarkan aja. Gue uda gak peduli.

Tapi, gue cuma menyakini lagi, kalo semua pasti ada jalan keluarnya. ^^

have_u_ever_imagine_?

Gimana rasanya jika orang yang lu kasihi mengidap suatu penyakit yang memang mengerikan dan gak pernah terpikirkan sebelumnya di kepala lu?

Beberapa penyakit yang memang memvonis penderitanya untuk segera “mengakhiri” masa hidupnya. Penyakit yang “memaksa” penderitanya untuk “berjuang” dan “melawan”. Beberapa penyakit yang memang sangat mengerikan dan mematikan.

  1. HIV/AIDS
  2. Kanker
  3. Tumor
  4. Hepatitis
  5. dll.

Bisa dibayangkan? Gimana perasaan lu orang ketika mereka (orang2 yang lu kasihi n sayangi) ternyata adalah penderita itu semua n divonis hanya tinggal “menghitung hari”? Ato gimana perasaan lu orang ketika lu orang yang memang divonis itu?

Berbagai perasaan emank memaksa orang untuk memilih antara mengakui dan tidak mengakui, antara menghindari dan mendekati, antara menjauhi dan menghampiri. Semuanya emank pilihan bagi kita semua. Semua emank gak bisa dipaksakan.

Pertanyaannya, kenapa kita gak boleh menjauhi mereka?

  1. Karena mereka adalah manusia?
  2. Karena mereka gak bersalah?
  3. Karena mereka membutuhkan seseorang?
  4. atau apa?

Banyak sekali pertanyaan yang muncul.

Bagi gue sendiri, sebenernya kepikiran aja gak, apalagi bener2 merasakan.

Tapi well, Tuhan berkata lain. Gue sekarang lumayan dikelilingi oleh beberapa orang yang telah ”divonis”. Gak perlu gue sebutkan penyakitnya, tapi yang pasti mereka adalah orang2 yang gue kenal baik.

Apa yang harus gue lakukan? Gue cuma bisa membantu mereka dengan memberikan semangat. Semangat untuk terus hidup dan berkarya. Semangat untuk terus melakukan segala sesuatunya dengan normal, apa adanya, tanpa ada yang harus di-spesialisasikan.

Kaget? Ya, gue kaget. Gue syok. Gue gak percaya. Tapi ya inilah hidup. Ketika akhirnya kita dihadapkan pada pilihan untuk menjauhi atau malah mendekatkan diri, toh pada akhirnya gue memilih untuk mendekati mereka. Bukan karena gue sombong n sok mencari perhatian. Tapi karena emank mereka adalah orang2 yang sama dengan diri gue.

Gue cuma ngerasa somehow apa yang mereka rasakan melalui penyakit mereka gak sebanding dengan apa yang gue rasakan. Terkadang gue masih ngerasa kalo mereka lebih beruntung dari gue. Malah terkadang gue sempat berpikir, andaikan gue seperti mereka, gue akan menjadi orang yang paling bahagia (ya ya ya… i know it sounds crazy… tapi emank gue pernah melakukannya).

Believe it or not, tapi gue ngerasa justru gue bisa menemukan kehidupan dari mereka. Mereka adalah contoh yang menurut gue, manusia yang penuh dengan semangat. Lepas dari takdir mereka untuk memiliki penyakit tersebut, tapi gue masih banyak melihat sisi positif dari mereka. Mereka justru orang2 yang masih bisa menerima gue apa adanya. Orang2 yang masih menganggap gue bisa lebih berguna buat orang lain.

Salahkah gue?

Thanks, God for made me have friends like them. I have been blessed bcoz of it.

Andaikan gue yang menjadi penderita itu?

Hm... yang pasti gue juga gak mau seh (untuk saat ini, ok... emank gue pernah berpikir, tapi... gak untuk saat ini, terima kasih buat Tuhan yang telah memberikan kesempatan pada gue untuk merasakan kesehatan yang baik).

Tapi lepas dari itu, di saat gue emank akhirnya ditakdirkan untuk merasakan itu, well... gue pun gak bisa lari dari masalah itu kan?

Ya jalan satu2nya, ya emank gue harus bisa menerima itu semua sebagai hal yang harus gue terima. Harus gue jalankan. Sedih? Pasti. Takut? Pasti.

Gue juga mungkin akan menjadi orang yang paling sensitif, tapi toh gue berpikir juga kalo mungkin gue akan menjadi orang yang lebih bijaksana dari sekarang. Gue akan berusaha untuk gak merepotkan orang lain.

Prinsip hidup gue yang mungkin menggelikan bagi beberapa orang: ”Kalo emank bisa gak ngerepotin orang, ngapain kita musti ngerepotin orang? Selama emank kita mampu untuk mengerjakannya/menyelesaikannya sendiri, ngapain musti orang lain ikut campur?”.

Itu sangat berpengaruh akhirnya pada kehidupan pribadi gue. Di mana gue selalu dikatakan menjadi orang yang tertutup. Yes, I am. So what?? Gue salah? Gue Cuma merasa sebaik apapun seseorang dan sejujur apapun orang, tetap mereka mempunyai hak mereka untuk menyimpan privacy mereka yang hanya mereka sendiri dan Tuhan yang mengetahuinya. Jahat? Bukan masalah jahat, tapi emank hidup kita harus kita pertanggungjawabkan pada Tuhan dan diri kita sendiri kan?? Ribet ye?? Hahaha…

  1. Well, back on topic… semuanya emank tergantung pada diri individu manusianya sendiri. Gue gak bisa memaksakan diri orang lain untuk mengikuti apa kata gue, tapi gue cuma bisa memberikan saran yang kalo mau didenger syukur, kalo gakpun gak masalah (hehehe…):
    Hidup seseorang yang menentukan adalah Tuhan, bukan kita manusia. Mau gimanapun, kalo emank belum waktunya seseorang menghadap-Nya, gak bakal bisa dia menghadap Dia.
  2. Buat apa kita menyusahkan diri kita untuk menjauhi mereka? Mereka adalah sama dengan kita. Mereka sama2 makhluk Tuhan juga kan? Hanya saja perbedaan kesehatan yang menjadi batas di antara kita. Tetapi intinya tetap sama kan? Seperti orang sehat yang tiba2 terserang flu berat yang mungkin virusnya bisa menyebar kemana2. Yang penting adalah bagaimana kita bisa menjaga diri kita, tanpa harus membeda2kan.
  3. Selama kita mengenal orang itu dengan baik, untuk apa kita mempermasalahkan kesehatan dia? Dengan kita mengenal baik, berarti seharusnya kita percaya pada mereka dengan segala kondisi mereka.
  4. Mungkin gak kepikiran kalo ternyata KITA adalah ORANG YANG PALING TEPAT UNTUK MEMBERIKAN SEMANGAT HIDUP PADA ORANG2 TERSEBUT?? Agak aneh seh, tapi coba deh direnungkan. Mungkin gak hal itu bener2 terjadi.

Selalu ada jalan untuk setiap permasalahan yang kita hadapi. Termasuk dengan penyakit2 yang ada sekarang ini. Gak perlu takut, gak perlu sedih, gak perlu panik. Semua akan ada jalan keluarnya. Yang penting adalah gimana kita bisa menjalankan hal itu dengan baik,m sehingga pikiran menjadi lebih sehat dan jernih agar penyelesaian dapat segera ditemukan.

Mudah dikatakan, tapi susah dikatakan. That’s the fact. ^^

05 Juni 2008

are_u_ready_to_lost_something_u_loved_?

Pernahkah kita berpikir bahwa tidak selamanya apa yang kita mau akan terpenuhi semua?

Pernahkah kita menjadi orang paling egois ketika apa yang tidak dapat kita miliki harus kita miliki?

Sesuatu yang belum tentu menjadi milik kita, tapi kita ingini adalah sesuatu yang sucks. Gak percaya? Coba aja sendiri deh…

Hidup manusia gak akan pernah sempurna. Yah... so at least, itu yang gue yakini sampai saat ini seh... Gak perlu sedih, karena itu adalah kenyataan paling nyata yang pernah lu dengar dan saksikan. Seperti yang pernah gue alamin, di mana sedetik gue ngerasa gue orang paling bahagia, tapi sedetik kemudian, gue menjadi orang yang paling menderita. Yah… salah satunya pernah gue certain deh kayanya…

Soal kehilangan orang yang gue sayangin.

OK… sekarang, pertanyaannya adalah (dalam kasus seperti gue itu):

  1. Akankah lu orang siap untuk kehilangan seseorang yang paling berharga dalam hidup lu?
  2. Akankah lu orang menerima kenyataan yang ada?
  3. Tidakkah ada waktu buat lu orang untuk larut dalam kesedihan? Wajar kan, orang yang kita kasihi gitu lho?

Hm... susah ya? Gue juga belum bisa buat ngebayanginnya (lagi) seh...

Sesaat gue selalu berpikir, gimana ya kalo tiba2 orang2 yang ada di sekitar gue tiba2 menghilang satu per satu? Oh tidakkk... Don’t ever make me getting stress of it... Never ever...

Lalu, sesuatu yang bukan milik kita. Hm... coba bayangkan, kalo ternyata pasangan yang ada di samping kita ternyata bukan jodoh kita? Tapi kita uda terlanjur sayang dan cinta (katanya). Gimana donk? Pusing? Sakit hati? Benci? Kecewa? Wedew... jangan donk...

Menurut gue, ambil aja sisi positifnya, bakal ada jodoh yang lebih baik dari pasangan yang sekarang kok (amin).

Perceraian sekarang seakan menjadi sebuah permainan yang sangat dimudahkan bagi setiap pasangan yang ada. Gila ya? Alasannya cukup sederhana, karena gak cocok. Gubrax... Gak banget deh... Semudah mereka menikah dengan berbagai kemewahan, tapi buntut2nya?? Cerai juga dengan mudah. Hhh... cape deh...

Gak pernah kebayang seh... Tapi so at least, bagi gue (yang belum menikah), menikah tetap sesuatu yang sakral n perlu untuk dipertahankan, apapun keadaannya (ya ya ya… gue tau, klise banget kan? Tapi ya ini kenyataan yang musti lu orang hadapin kan? Emank ada alasan lain? Kasih tau gue deh...), betul kan?

Huahahaha... keberhasilan juga belum tentu jadi milik kita sepenuhnya kan? Seperti yang gue pernah bilang, kita bukan manusia dengan kesempurnaan tingkat tinggi. Kita hanya manusia yang penuh dengan dosa (ya, once again... kalo gue seh iya...). Seem ya kalo uda denger kata dosa... Hahaha... Jadi inget kata2 temen gue pas dia ngomong buat temen gue yang lain yang lagi desperate abis n minta mati aja...

”Ya silakan aja lu mau mati mah... Sukur2 neraka masih mau terima lu, soalnya... surga seh uda pasti gak bakal terima lu.”

Hahaha... gila, dalem banget tuh kayanya... Huahaha...

Hm... jadi sedikit kepikiran aja, kalo emank sesuatu gak bisa kita miliki sepenuhnya, gimana dengan nasib hidup kita?

Beberapa pertanyaan yang akhirnya jadi pertanyaan yang gak bakal bisa terjawab (seperti yang gue baca dari buku yang judulnya ”WAYS TO LIVE FOREVER – Setelah Aku Pergi”):

  1. Bagaimana kita tahu kita sudah mati?
  2. Mengapa Tuhan membuat anak-anak jatuh sakit?
  3. Bagaimana kalau ada orang yang sebenarnya belum mati, tapi dikira sudah mati oleh orang-orang lain? Apakah dia akan dikubur hidup-hidup?
  4. Sakitkah kalau mati?
  5. Seperti apakah kelihatannya orang yang mati? Atau apa rasanya?
  6. Kenapa sih orang mesti mati?
  7. Kemana orang pergi setelah mati?
  8. Apakah dunia ini masih ada setelah aku tidak ada?

Hm... coba deh... dipikir... dari semua pertanyaan itu, pertanyaan mana aja yang belum terjawab ato malah bisa terjawab?

Serem juga ya kalo emank kehilangan sesuatu yang uda melekat dalam diri kita? Kehilangan tubuh dan pikiran kita yang selama ini uda melekat dan menjadi identitas diri kita. Hm...

When something we love has to be gone away from us, well... just take it gently…