20 Juni 2008

they_are_still_the_same

Segala penyakit di dunia ini kalo didata kayaknya gak bakal ada abis2nya. Mulai dari penyakit biasa2 aja ampe penyakit yang menular dan penyakit yang gak menular tapi ya ampun berbahayanya mau buat mampus. Hm… ntahlah, tapi kalo macem perilaku yang menyimpang itu disebut penyakit ato gak ya?? OK deh, anggep aja itu “penyakit”. Bukannya mau men-judge tapi cuma mau mempermudah aja. No hurt feeling neh… Hahaha…

OK, yang mau gue coba bahas adalah “penyakit” itu sendiri. Hm… banyak sekali penyimpangan perilaku yang masih dianggap gak normal oleh sebagian orang.

Ada

skizofrenia, autis, dll. Harus mau menerima kenyataan itu sangat lah sulit.

Gak perlu deh kita merasakan diri kita menjadi diri para “pasien”, tapi coba ketika kita menjadi “keluarga”nya dia. “Keluarga” di sini bisa keluarga sendiri atopun orang2 yang emank peduli dengan “mereka”. Pertanyaannya (gila, langsung to the point aja deh… Hahaha…):

  1. Gimana seh rasanya punya anggota keluarga yang seperti itu?
  2. Haruskah ada yang disalahkan dalam hal ini?
  3. Apa yang akan dilakukan jika emank punya anggota keluarga yang seperti itu?
  4. Bagaimana cara mengatasinya?
  5. Sebenernya, semengerikan apa seh ”penyakit” itu?
  6. Apa yang bisa kita dapet dari ”penyakit” itu?
  7. dll.

Masih banyak pertanyaan2 yang muncul. Apalagi pertanyaan seputar bagimana cara mengatasinya.

Seperti yang tadi gue tonton film lepas di SCTV (hari Minggu, 15 Juni 2008) jam (hm...) 22.00an deh kayanya... gue gak terlalu inget jamnya. Judulnya (hm...) INDAHNYA CINTA-MU (kalo gak salah). Ceritanya simple seh, cuma seorang kakak yang mempunyai adik yang agak terbelakang, yang harus mengurus diri sendiri dan adiknya karena orangtuanya uda meninggal. Cerita menjadi bervariasi ketika sang kakak mempunyai seorang kekasih yang mana sang kekasih gak bisa menerima keadaan si adik. Dengan kata lain, sang kekasih menginginkan sang kakak tanpa sang adik. Sedangkan sang kakak mengatakan bahwa sang adik adalah hidupnya, tanpa sang adik, sang kakak bukanlah sapa2.

Dari cerita itu aja, sebenernya uda keliatan kalo (ntahlah... mungkin idealnya) ketika kita emank mempunyai anggota keluarga kita yang ber-”penyakit”, seharusnya emank kita gak perlu malu untuk mengakuinya. Justru kita harus menajdi sandaran bagi ”mereka”.

Tapi, gimana diri kita sendiri? Apakah kita gak merasa kalo kita uda menyia2kan masa kebebasan kita? Apakah harus kita yang menjadi sandaran mereka? Kenapa harus kita? Kenapa gak orang lain? Kenapa harus kita yang merasakan? Adilkah bagi kita? ”Hhh... capek. Gue uda muak dengan semuanya!”, mungkin itu kata2 yang akan terucap dari mulut kita sendiri.

Akankah kita merasakan apa yang dirasakan ”mereka”? Begitu ”mereka” terkadang gak tau apa2. ”Mereka” yang terkadang emank gak bersalah sedikitpun.

Apa yang harus dilakukan? Sekali lagi, itu menjadi pertanyaan yang perlu dijawab kan? Gimana caranya? Jawaban seluruhnya ada di hati kita sendiri dan Tuhan. Hati kita akan menuntut jawaban terbaik bagi kita. Apa yang ada di hati kita adalah apa yang akan menjadi jawaban terbaik kita. Well, at least itulah yang kadang2 gue percayai. Hahaha...

Belajar untuk mempercayai hati. Itulah yang sedang gue lakukan saat ini. ^^

Tidak ada komentar: