13 Juni 2008

have_u_ever_imagine_?

Gimana rasanya jika orang yang lu kasihi mengidap suatu penyakit yang memang mengerikan dan gak pernah terpikirkan sebelumnya di kepala lu?

Beberapa penyakit yang memang memvonis penderitanya untuk segera “mengakhiri” masa hidupnya. Penyakit yang “memaksa” penderitanya untuk “berjuang” dan “melawan”. Beberapa penyakit yang memang sangat mengerikan dan mematikan.

  1. HIV/AIDS
  2. Kanker
  3. Tumor
  4. Hepatitis
  5. dll.

Bisa dibayangkan? Gimana perasaan lu orang ketika mereka (orang2 yang lu kasihi n sayangi) ternyata adalah penderita itu semua n divonis hanya tinggal “menghitung hari”? Ato gimana perasaan lu orang ketika lu orang yang memang divonis itu?

Berbagai perasaan emank memaksa orang untuk memilih antara mengakui dan tidak mengakui, antara menghindari dan mendekati, antara menjauhi dan menghampiri. Semuanya emank pilihan bagi kita semua. Semua emank gak bisa dipaksakan.

Pertanyaannya, kenapa kita gak boleh menjauhi mereka?

  1. Karena mereka adalah manusia?
  2. Karena mereka gak bersalah?
  3. Karena mereka membutuhkan seseorang?
  4. atau apa?

Banyak sekali pertanyaan yang muncul.

Bagi gue sendiri, sebenernya kepikiran aja gak, apalagi bener2 merasakan.

Tapi well, Tuhan berkata lain. Gue sekarang lumayan dikelilingi oleh beberapa orang yang telah ”divonis”. Gak perlu gue sebutkan penyakitnya, tapi yang pasti mereka adalah orang2 yang gue kenal baik.

Apa yang harus gue lakukan? Gue cuma bisa membantu mereka dengan memberikan semangat. Semangat untuk terus hidup dan berkarya. Semangat untuk terus melakukan segala sesuatunya dengan normal, apa adanya, tanpa ada yang harus di-spesialisasikan.

Kaget? Ya, gue kaget. Gue syok. Gue gak percaya. Tapi ya inilah hidup. Ketika akhirnya kita dihadapkan pada pilihan untuk menjauhi atau malah mendekatkan diri, toh pada akhirnya gue memilih untuk mendekati mereka. Bukan karena gue sombong n sok mencari perhatian. Tapi karena emank mereka adalah orang2 yang sama dengan diri gue.

Gue cuma ngerasa somehow apa yang mereka rasakan melalui penyakit mereka gak sebanding dengan apa yang gue rasakan. Terkadang gue masih ngerasa kalo mereka lebih beruntung dari gue. Malah terkadang gue sempat berpikir, andaikan gue seperti mereka, gue akan menjadi orang yang paling bahagia (ya ya ya… i know it sounds crazy… tapi emank gue pernah melakukannya).

Believe it or not, tapi gue ngerasa justru gue bisa menemukan kehidupan dari mereka. Mereka adalah contoh yang menurut gue, manusia yang penuh dengan semangat. Lepas dari takdir mereka untuk memiliki penyakit tersebut, tapi gue masih banyak melihat sisi positif dari mereka. Mereka justru orang2 yang masih bisa menerima gue apa adanya. Orang2 yang masih menganggap gue bisa lebih berguna buat orang lain.

Salahkah gue?

Thanks, God for made me have friends like them. I have been blessed bcoz of it.

Andaikan gue yang menjadi penderita itu?

Hm... yang pasti gue juga gak mau seh (untuk saat ini, ok... emank gue pernah berpikir, tapi... gak untuk saat ini, terima kasih buat Tuhan yang telah memberikan kesempatan pada gue untuk merasakan kesehatan yang baik).

Tapi lepas dari itu, di saat gue emank akhirnya ditakdirkan untuk merasakan itu, well... gue pun gak bisa lari dari masalah itu kan?

Ya jalan satu2nya, ya emank gue harus bisa menerima itu semua sebagai hal yang harus gue terima. Harus gue jalankan. Sedih? Pasti. Takut? Pasti.

Gue juga mungkin akan menjadi orang yang paling sensitif, tapi toh gue berpikir juga kalo mungkin gue akan menjadi orang yang lebih bijaksana dari sekarang. Gue akan berusaha untuk gak merepotkan orang lain.

Prinsip hidup gue yang mungkin menggelikan bagi beberapa orang: ”Kalo emank bisa gak ngerepotin orang, ngapain kita musti ngerepotin orang? Selama emank kita mampu untuk mengerjakannya/menyelesaikannya sendiri, ngapain musti orang lain ikut campur?”.

Itu sangat berpengaruh akhirnya pada kehidupan pribadi gue. Di mana gue selalu dikatakan menjadi orang yang tertutup. Yes, I am. So what?? Gue salah? Gue Cuma merasa sebaik apapun seseorang dan sejujur apapun orang, tetap mereka mempunyai hak mereka untuk menyimpan privacy mereka yang hanya mereka sendiri dan Tuhan yang mengetahuinya. Jahat? Bukan masalah jahat, tapi emank hidup kita harus kita pertanggungjawabkan pada Tuhan dan diri kita sendiri kan?? Ribet ye?? Hahaha…

  1. Well, back on topic… semuanya emank tergantung pada diri individu manusianya sendiri. Gue gak bisa memaksakan diri orang lain untuk mengikuti apa kata gue, tapi gue cuma bisa memberikan saran yang kalo mau didenger syukur, kalo gakpun gak masalah (hehehe…):
    Hidup seseorang yang menentukan adalah Tuhan, bukan kita manusia. Mau gimanapun, kalo emank belum waktunya seseorang menghadap-Nya, gak bakal bisa dia menghadap Dia.
  2. Buat apa kita menyusahkan diri kita untuk menjauhi mereka? Mereka adalah sama dengan kita. Mereka sama2 makhluk Tuhan juga kan? Hanya saja perbedaan kesehatan yang menjadi batas di antara kita. Tetapi intinya tetap sama kan? Seperti orang sehat yang tiba2 terserang flu berat yang mungkin virusnya bisa menyebar kemana2. Yang penting adalah bagaimana kita bisa menjaga diri kita, tanpa harus membeda2kan.
  3. Selama kita mengenal orang itu dengan baik, untuk apa kita mempermasalahkan kesehatan dia? Dengan kita mengenal baik, berarti seharusnya kita percaya pada mereka dengan segala kondisi mereka.
  4. Mungkin gak kepikiran kalo ternyata KITA adalah ORANG YANG PALING TEPAT UNTUK MEMBERIKAN SEMANGAT HIDUP PADA ORANG2 TERSEBUT?? Agak aneh seh, tapi coba deh direnungkan. Mungkin gak hal itu bener2 terjadi.

Selalu ada jalan untuk setiap permasalahan yang kita hadapi. Termasuk dengan penyakit2 yang ada sekarang ini. Gak perlu takut, gak perlu sedih, gak perlu panik. Semua akan ada jalan keluarnya. Yang penting adalah gimana kita bisa menjalankan hal itu dengan baik,m sehingga pikiran menjadi lebih sehat dan jernih agar penyelesaian dapat segera ditemukan.

Mudah dikatakan, tapi susah dikatakan. That’s the fact. ^^

Tidak ada komentar: